Jamkeswatch FSPMI Dukung Penghapusan Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan,Dorong Pemerintah Beri Solusi Fiskal Tanpa Membebani Rakyat.


Jakarta — Jabar Expos Sekretaris Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Jamkeswatch Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Heri Irawan, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah pemerintah dan Komisi IX DPR RI yang berencana menghapus tunggakan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kebijakan ini dinilai sebagai bentuk nyata tanggung jawab negara dalam menjamin akses kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama masyarakat miskin dan rentan.

Menurut Heri, penghapusan tunggakan iuran BPJS Kesehatan sejalan dengan semangat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, khususnya Pasal 42 ayat (8) yang menegaskan bahwa:

“Ketentuan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikecualikan untuk Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan, peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah, dan peserta yang tidak mampu yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi berwenang.”

“Artinya, negara sudah memiliki dasar hukum yang kuat untuk melindungi masyarakat miskin agar tidak terbebani tunggakan iuran. Prinsipnya, hak atas kesehatan adalah tanggung jawab negara, bukan semata kewajiban individu yang sedang berjuang secara ekonomi,” tegas Heri di Jakarta, Jumat (10/10/2025).

Lebih lanjut, Jamkeswatch menilai langkah penghapusan tunggakan bukan hanya soal meringankan beban masyarakat, tetapi juga mengembalikan kepercayaan publik terhadap sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang berkeadilan sosial.

Namun, Heri mengingatkan bahwa kebijakan ini harus diiringi dengan strategi pembiayaan yang cermat, mengingat BPJS Kesehatan diprediksi akan mengalami defisit keuangan pada tahun 2026. Menurutnya, terdapat tiga opsi kebijakan fiskal yang secara teoritis bisa diambil pemerintah, yakni:
1. Mengurangi manfaat JKN,
2. Menaikkan iuran peserta, atau
3. Memberikan bantuan fiskal tambahan dari pemerintah.

“Dari ketiga opsi itu, Jamkeswatch FSPMI menolak keras opsi pengurangan manfaat maupun kenaikan iuran, karena kedua langkah tersebut akan langsung berdampak pada hak rakyat kecil dan pekerja,” ujar Heri.

Ia menegaskan, kenaikan iuran justru berpotensi memperburuk tingkat kepatuhan peserta mandiri yang selama ini sudah menghadapi kesulitan ekonomi. 

Sementara pengurangan manfaat JKN bertentangan dengan prinsip universal health coverage yang menjadi mandat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

“Kesehatan adalah hak konstitusional rakyat sebagaimana dijamin Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Negara tidak boleh menurunkan standar layanan kesehatan hanya karena alasan fiskal. Bila BPJS defisit, maka yang paling rasional adalah bantuan fiskal dari pemerintah pusat agar sistem tetap berjalan tanpa mengorbankan rakyat,” imbuhnya.

Selain aspek fiskal, Jamkeswatch juga mendesak agar evaluasi manajemen dan efisiensi operasional BPJS Kesehatan dilakukan secara menyeluruh. Pemerintah, DPR, dan pemangku kepentingan lain diminta untuk memastikan dana JKN benar-benar digunakan secara efektif dan transparan.
“Kami mendukung audit publik terhadap penggunaan dana JKN agar setiap rupiah yang dibayarkan masyarakat benar-benar kembali ke pelayanan kesehatan,” jelas Heri.

Jamkeswatch juga mendorong agar ke depan pemerintah memperkuat data integrasi antara DTSEN (Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional ) dan BPJS Kesehatan, agar masyarakat miskin yang seharusnya menjadi peserta PBI tidak lagi terbebani iuran atau denda administratif.